Perempuan dalam Takhayul Sasak

Takhayul atau bisa juga disebut kepercayaan rakyat, seringkali dipandang rendah oleh orang awam yang berpendidikan Barat. Hal ini disebabkan mereka menganggapnya tidak modern dan bodoh. Sikap ini menurut para ahli folklor sudah tentu tidak dapat dibenarkan. Pertama, takhayul mencakup bukan saja kepercayaan (belief), melainkan juga kelakuan (behavior), pengalaman-pengalaman (experiences), ada kalanya juga alat, dan biasanya juga ungkapan serta sajak. Kedua, dalam kenyataannya dapat dikatakan bahwa tidak ada orang yang bagaimanapun modernnya dapat bebas dari takhayul, baik dalam hal kepercayaannya maupun dalam hal kelakuannya. (Brunvand dalam Danandjaya, 1986: 153- 154).

Menurut Alan Dundes takhayul adalah ungkapan tradisional yang terdiri dari satu atau lebih syarat dan satu atau lebih akibat (result). Beberapa dari syarat-syaratnya bersifat tanda (signs), sedangkan yang lainnya bersifat sebab (causes) (Dundes dalam Danandjaya, 1986: 155).

Contoh dari takhayul berdasarkan hubungan tanda-akibat atau asosiasi adalah takhayul dari orang Amerika Serikat berikut; “Jika terdengar suara katak (tanda), maka akan turun hujan (akibat)”. Sedangkan contoh dari takhayul berdasarkan hubungan sebab-akibat adalah takhayul dari orang Sunda berikut; “Jika kita memandikan kucing (sebab), maka segera akan turun hujan (akibat).

Hubungan asosiasi disebabkan oleh beberapa hal, yaitu 1) persamaan waktu, 2) persamaan wujud, 3) totalitas dan bagian, dan 4) persamaan bunyi sebutan. Contoh bagi yang pertama adalah kepercayaan orang Jawa Timur, yang mengatakan bahwa jika pada malam hari mendengar suara burung culik tuwu berarti ada maling di sekitar rumah kita. Contoh yang kedua adalah larangan bagi orang wanita untuk makan pisang dempet, karena nanti akan melahirkan anak dempet. Contoh bagi yang ketiga adalah bahwa hanya dengan mempergunakan sehelai rambut seseorang, seorang dukun dapat mencelakai orang itu. Contoh bagi yang keempat adalah kepercayaan orang Tegal bahwa seorang pengusaha tidak boleh menanam pohon anggur, sebab ia akan terus menganggur.

Selain takhayul yang terdiri dari dua bagian (tanda-akibat atau sebab-akibat), ada juga takhayul yang mempunyai struktur tiga bagian, yakni yang terdiri dari tanda (sign), perubahan dari suatu keadaan ke keadaan lain (conversion), dan akibat (result). Contoh dari takhayul yang berstruktur tiga bagian ini adalah kepercayaan dari Jawa Timur yang berbunyi, “Jika engkau menjatuhkan dandang nasimu yang sedang kau pergunakan untuk masak, sehingga isinya tumpah berantakan (sign), engkau akan menjadi gila (result), namun engkau tidak akan menjadi gila apabila engkau mengitari dandang itu dalam keadaan telanjang tubuh sambil menari-nari (conversion). Jadi, konversi mempunyai fungsi yang sama dengan magic atau ilmu gaib karena merupakan suatu tindakan untuk mengubah sesuatu (Danandjaya, 1986: 154-155).

Wayland D. Hand, seorang redaksi bab “Superstitious” dari buku The Frank C. Brown Collection of North Carolina Folklore, jilid VI dan VI mengklasifikasikan takhayul ke dalam empat golongan besar:

  1. Takhayul di sekitar lingkaran hidup manusia. Hand membagi lagi takhayul di sekitar lingkaran hidup manusia menjadi tujuh kategori, a) lahir, bayi, dan kanak kanak, b) tubuh manusia dan obat-obatan rakyat, c) rumah dan pekerjaan rumah tangga, d) mata pencaharian dan hubungan sosial, e) Perjalanan dan perhubungan, f) cinta, pacaran, dan menikah, dan g) kematian dan adat pemakaman.
  2. Takhayul mengenai alam gaib.
  3. Takhayul mengenai terciptanya alam semesta dan dunia. Hand membagi lagi takhayul ini menjadi empat subkategori; a) fenomena kosmik, b) cuaca, c) bertanam dan beternak, serta d) berburu.
  4. Jenis takhayul lainnya (Danandjaya, 1986: 155-168).

Kemudian selain bentuk dan jenis, takhayul juga memiliki fungsi. Fungsi dari takhayul itu adalah sebagai berikut; 1) sebagai penebal emosi keagamaan atau kepercayaan, 2) sebagai sistem proyeksi khayalan suatu kolektif, 3) sebagai alat pendidikan, 4) Sebagai penjelasan, dan 5) sebagai penghibur. (Danandjaya, 1986: 153-170).

Takhayul atau kepercayaan rakyat seringkali dianggap sebagai sesuatu yang kuno, tidak ilmiah, tidak modern, dan bodoh oleh kebanyakan orang, terlebih lagi di era digital dan modern seperti sekarang ini. Anggapan tersebut menunjukkan bahwa sangat sedikit orang yang memiliki perhatian pada takhayul. Padahal apabila diteliti, takhayul tidak lahir begitu saja dalam masyarakat, melainkan lahir sebagai bagian dari kebudayaan suatu masyarakat tertentu atau disebut juga dengan tradisi.

Sebagai tradisi, takhayul lahir dari ide, tingkah laku, dan artepak- artepak kebudayaan suatu masyarakat. Namun di sisi lain, takhayul juga dapat membentuk tatanan sosial, norma, dan nilai baru dalam masyarakat tersebut. Contoh, perhatikan takhayul Sasak dari Desa Pengenjek Kecamatan Jonggat Lombok Tengah tentang perempuan, pernikahan dan rumah tangga berikut ini:

“Dengan nine lamun ndek tao piak topat, ndek paut ye merarik!”

Artinya, jika seorang perempuan tidak bisa membuat ketupat, maka tidak pantas baginya untuk menikah!

Anggapan itu menunjukkan bahwa masyarakat Desa Pengenjek merupakan masyarakat patriarki, yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemaskulinan dan merendahkan nilai-nilai feminis. Hal tersebut adalah bukti bahwa dalam takhayul tidak hanya terdapat bualan atau khayalan semata, tetapi juga idiologi yang berfungsi sebagai kontrol sosial masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian, posisi perempuan dalam takhayul Sasak Desa Pengenjek Kecamatan Jonggat Lombok Tengah, berada pada; 1) dalam takhayul tentang "Kehamilan", seorang perempuan diposisikan sebagai penerus keturunan yang harus selalu hormat, sopan, menurut, pasrah, dan bergantung pada laki-laki; 2) dalam takhayul tentang "Melahirkan", seorang perempuan diposisikan sebagai objek seksual yang memiliki sifat lemah, penurut, pasrah, dan selalu bergantung pada laki- laki; 3) dalam takhayul tentang "Pekerjaan Rumah Tangga", seorang perempuan diposisikan sebagai objek seksual dan pekerja domestik yang memiliki sifat banyak omong, serakah, dan lemah.

Selanjutnya, 4) dalam takhayul tentang "Bercinta", seorang perempuan diposisikan sebagai objek seksual dan penerus keturunan yang memiliki sifat penurut, pasrah, dan selalu bergantung pada laki- laki; 5) dalam takhayul tentang "Menikah", seorang perempuan diposisikan sebagai harta karun dan makhluk yang lemah; dan 6) dalam takhayul tentang "Hal-Hal Gaib", seorang perempuan diposisikan sebagai makhluk yang lemah, kotor, dan memiliki derajat yang lebih rendah daripada laki-laki.

Download tulisan lengkapnya disini !!!


Sumber : Skripsi Dedy Hari Suyanto "Posisi Perempuan dalam Tahkyul Sasak Desa Pengenjek Kecamatan Jonggat Lombok Tengah Kajian Mitologi serta Kaitannya dengan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”

Comments