Tahapan Perkembangan Peserta Didik yang Harus Dipahami oleh Pendidik

Setiap peserta didik memiliki tahapan perkembangan yang berbeda-beda. Terdapat beberapa bagian dalam perkembangan pada diri peserta didik seperti perkembangan kognitif, pengetahuan awal, dan gaya belajar.

1. Perkembangan Kognitif
 
Perkembangan kognitif setiap peserta didik akan menjadi tantangan bagi pendidik dalam menentukan pendekatan pembelajaran, metode, media, dan jenis evaluasi yang akan dipilih dan digunakan. Setiap tingkatan kognitif mulai Taman Kanak-kanak berusia 5-6 tahun, Sekolah Dasar berusia 7-11 tahun, dan Sekolah Menengah Pertama berusia 12-14 tahun, dan peserta didik Sekolah Menengah Atas usia 15-17 tahun tentu akan berbeda-beda pendekatan pembelajaran yang akan digunakan.

Menurut Piaget perkembangan intelektual anak usia Taman Kanak-Kanak berada pada taraf pra operasional konkrit, peserta didik Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkrit, dan peserta didik Sekolah Menengah Pertama, serta Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan berada pada tahap operasional formal.

2. Kemampuan/Pengetahuan Awal

Kemampuan awal (entry behavior) atau inteks peserta didik adalah pengetahuan dan keterampilan dasar yang dimiliki terlebih dahulu oleh peserta didik sebelum mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru. Pengetahuan dan keterampilan awal ini akan menjadi pengantar untuk memahami pengetahuan yang lebih tinggi. Contohnya, sebelum peserta didik mempelajari tentang objek kajian sosiologi maka peserta didik harus terlebih dahulu memahami pengertian sosiologi.


Kemampuan awal peserta didik akan mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai. Untuk  itu seorang pendidik harus mengetahui kemampuan awal peserta didiknya, sehingga dapat menentukan alur pembelajaran secara tepat sesuai dengan kemampuan peserta didik. Pengetahuan awal peserta didik bersifat individual, artinya setiap individu memiliki pengetahuan awal yang berbeda-beda.

Untuk mengetahui pengetahuan awal peserta didik, seorang pendidik dapat melakukan pre tes dan/atau non tes seperti wawancara sebelum mempelajari materi pokok. Dengan demikian pendidik akan memiliki gambaran yang jelas terkait dengan kondisi kemampuan awal peserta didik.

3. Gaya Belajar

Dikutip dari modul belajar mandiri guru PPPK, gaya belajar peserta didik menurut Masganti (2012: 49) dimaknai sebagai cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. Selain itu, DePorter dan Hemacki dalam Masganti (2012; 49) mendefinisikan gaya belajar sebagai kombinasi dari cara menyerap, mengatur dan  mengolah informasi.

Berdasarkan kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya belajar merupakan cara yang digunakan peserta didik dalam mengatur, menerima, dan memproses informasi atau materi yang diterima dari pendidik. Seorang pendidik harus memahami gaya belajar peserta didik agar materi/informasi yang disampaikan dapat diserap oleh peserta didik.


Berikut beberapa aspek yang mempengaruhi gaya belajar peserta didik:

a. Motivasi
 
Dalam proses pembelajaran seorang pendidik harus memahami motivasi belajar pada diri peserta didik. Motivasi ini bisa saja timbul dari individu itu sendiri (motivasi instrinsik) dan bisa muncul karena faktor dari luar dirinya sendiri (motivasi ekstrinsik). Motivasi akan mempengaruhi perilaku tertentu dalam belajar.

Dalam proses belajar motivasi peserta didik dapat mengalami perubahan, kadang tinggi, sedang, atau bahkan rendah. Tinggi rendahnya motivasi peserta didik dalam belajar dapat dilihat dari tiga hal berikut:
  • kualitas keterlibatannya,
  • perasaan dan keterlibatan afektif peserta didik,
  • upaya peserta didik untuk senantiasa memelihara/menjaga motivasi yang dimiliki.

Menghadapi pendiidkan abad 21, seoang pendidik harus memahami motivasi belajar peserta didiknya dan bahkan harus dapat menjadi motivator bagi peserta didik. Era revolusi industri 4.0 atau era digital saat ini memiliki tantangan yang sangat kompleks seperti peserta didik yang gemar main game online dan pengaruh global lainnya yang tentunya akan berdampak pada motivasi belajar mereka. Untuk itu, kreatifitas pendidik mutlak dibutuhkan dalam memotivasi peserta didik dalam belajar.


b. Perkembangan emosi
 
Pekembangan emosi peserta didik berkaitan dengan perasaan senang, aman, semangat, bahkan sebaliknya peserta didik merasakan sedih, takut, dan sejenisnya. Emosi akan mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran. Untuk itu pendidik dalam melakukan proses pembelajaran perlu menghadirkan suasana emosi yang senang/gembira dan tidak memberi rasa takut pada peserta didik.

Model pembelajaran yang menyenangkan (enjoy learning), belajar melalui permainan dan media sejenisnya sangat menentukan emosi positif peserta didik.

c. Perkembangan sosial

Perkembangan sosial menurut Hurlock, (1998: 250) adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya, bagaimana anak tersebut memahami keadaan lingkungan dan mempengaruhinya dalam berperilaku baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan sosial peserta didik adalah kemampuan peserta untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma dan tradisi yang berlaku pada kelompok atau masyarakat, kemampuan untuk saling berkomunikasi dan kerja sama.


Perkembangan sosial peserta didik dapat diamati melalui kemampuannya dalam berinteraksi dengan orang lain dan menjadi masyarakat di lingkungannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial yaitu keluarga, kematangan fisik dan psikis, teman sebaya, sekolah, dan status sosial ekonomi.

Perkembangan sosial peserta didik harus dikuasai oleh seorang pendidik agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Upaya  yang  dapat  dilakukan  pendidik untuk mengembangkan sikap sosial peserta didik dalam pembelajaran menurut Masganti (2012: 124) yakni melaksanakan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kolaboratif.

d. Perkembangan Moral dan Spiritual
 
Dalam kehidupan bermasyarakat termasuk masyarakat di lingkungan sekolah pasti mengenal moralitas, bahkan moralitas ini dijadikan sumber/acuan untuk menilai suatu tindakan atau perilaku karena moralitas memiliki kriteria nilai (value) yang berimplikasi pada takaran kualitatif, seprti baik-buruk, benar-salah, pantas-tidak pantas, wajar-tidak wajar, layak-tidak layak, dan sebagainya.

Perkembangan moral anak/peserta didik dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu pra konvensional (6-10 tahun), konvensional (10-17 tahun), dan pasca konvensional (17-28). Ketiga tahap perkembangan moral tersebut akan dialami oleh peserta didik.


Adapun perkembangan spiritual peserta didik juga harus dipahami oleh pendidik. Perkembangan spiritual atau yang populer disebut dengan kecerdasan spiritual (spiritual intelegence) perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran. Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk menghayati nilai dan makna menggunakan hati dan perasaan.

Pendidik dapat mengembangkan sikap spritual atau religius peserta didik dengan cara, keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan pembinaan akhlak.

e. Perkembangan Motorik

Seorang pendidik harus memahami faktor perkembangan motorik sebagai salah satu perkembangan individu. Menurut Hurlock, perkembangan motorik diartikan sebagai perkembangan gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkordinasi. Perkembangan motorik dikelompokkan menjadi motorik kasar dan motorik halus.

Motorik kasar merupakan gerakan fisik atau tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri seperti menendang bola. Sementara motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot halus, atau sebagian anggota tubuh tertentu yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih bermain puzzle.

Comments