Memahami Level Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Peserta Didik

Setiap peserta didik memiliki kemampuan berpikir yang berbeda-beda, baik pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perbedaan kemampuan berpikir peserta didik terbagi menjadi 2 bagian yakni keterampilan berpikir rendah dan keterampilan berpikir tinggi.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam bahasa umum dikenal dengan sebutan Higher Order Thinking Skills (HOTS). Keterampilan ini didorong oleh empat kondisi berikut.

  1. Sebuah situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran yang spesifik dan tidak dapat digunakan di situasi belajar lainnya.
  2. Kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak dapat diubah, melainkan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor lingkungan belajar, strategi, dan kesadaran dalam belajar.
  3. Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier, hirarki atau spiral menuju pemahaman pandangan ke multidimensi dan interaktif.
  4. Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran, kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.

Menurut Resnick (1987) dalam modul belajar calon guru PPPK 2021, makna keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental yang paling dasar.

Menurut Bloom, keterampilan berpikir dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah keterampilan tingkat rendah dalam proses pembelajaran, yaitu: mengingat (remembering), memahami (understanding), dan menerapkan (applying), dan kedua adalah yang diklasifikasikan ke dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa keterampilan menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating).

Keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam proses pembelajaran berorientasi pada beberapa aspek yakni pembelajaran yang melibatkan 3 aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu: transfer of knowledge, critical and creative thinking, dan problem solving.

Dalam proses pembelajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak memandang level Kompetensi Dasar (KD), apakah KD nya berada pada tingkatan C1, C2, C3, C4, C5, atau C6 melainkan terletak pada indikator pembelajaran dari masing-masing KD.

A. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Transfer of Knowledge 

Keterampilan berpikir tingkat tinggi erat kaitannya dengan keterampilan berpikir sesuai dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam proses belajar dan mengajar.

1. Ranah Kognitif

Pada ranah kognitif peserta didik mampu mengulang atau menyatakan kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari dan didapatkan dalam proses pembelajaran. Proses ini berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam perpikir, kompetensi dalam pengembangan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran.

Menurut taksonomi Boom hasil revisi Anderson & Krathwel, aktivitas pembelajaran terbagi menjadi 6 tingkatan/level kognitif sesuai pada tabel berikut:



2. Ranah Afektif

Selain ranah kognitif, keterampilan peserta didik pada ranah afektif juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keterampilan berpikir. Kartwohl & Bloom menjelaskan bahwa ranah afektif berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi serta derajat penerimaan atau penolakan suatu objek dalam kegiatan pembelajaran. Pembagian ranah afektif menjadi 5 kategori, yaitu seperti pada tabel di bawah ini:


3. Ranah Psikomotor

Keterampilan pada ranah psikomotor merupakan keterampilan peserta didik dalam melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota tubuh yang berkaitan dengan gerak fisik (motorik) yang terdiri dari gerakan refleks, keterampilan pada gerak dasar, perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, ekspresif, dan interperatif. Keterampilan proses psikomotor dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


B.  Keterampilan  Berpikir  Tingkat  Tinggi  sebagai  Critical  and  Creative Thinking

Menurut John Dewey dalam  (Fisher, 2009), esensial berpikir kritis yakni suatu proses aktif, dimana seseorang berpikir segala hal secara mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan tanpa menunggu informasi secara pasif.

Berpikir kritis adalah proses dimana seseorang mengekplor kemampuan dan keterampilannya dalam memecahkan permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis semua asumsi yang muncul dan melakukan investigasi atau telaah mendalam melalui proses penelitian berdasarkan data dan informasi yang telah didapatkan, sehingga menghasilkan informasi atau simpulan yang diinginkan.

Terdapat 6 elemen dasar tahapan keterampilan berpikir kritis, FRISCO

  1. Focus, merupakan upaya mengidentifikasi masalah dengan baik.
  2. Reason, merupakan argumentasi yang diberikan secara logis.
  3. Inference, jika alasan yang dikembangkan tepat, maka alasan tersebut harus cukup sampai pada kesimpulan yang sebenarnya.
  4. Situation, membandingkan dengan situasi yang sebenarnya.
  5. Clarity, harus ada kejelasan istilah maupun penjelasan yang digunakan pada argumen sehingga tidak terjadi kesalahan dalam mengambil kesimpulan.
  6. Overview, pengecekan terhadap sesuatu yang telah ditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari, dan disimpulkan.

Sementara itu, berpikir kreatif dapat berupa pemikiran imajinatif, menghasilkan banyak kemungkinan solusi, berbeda, dan bersifat lateral.

Keterampilan berpikir kritis dan kreatif berperan penting dalam mempersiapkan peserta didik agar menjadi pemecah masalah yang baik dan mampu membuat keputusan maupun kesimpulan yang matang dan mampu dipertanggungjawabkan secara akademis.

C. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Problem Solving

Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai pemecahan masalah (problem solving) sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan seseorang yang memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah yang muncul pada kehidupan sehari-hari.

Dengan pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving peserta didik secara individu akan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Untuk mengukur sejauh mana keterampilan peserta didik dalam memecahkan masalah, Mourtos, Okamoto, dan Rhee menyebutkan enam aspek yakni:

1. Menentukan masalah.

Peserta didik mampu mendefinisikan masalah, menjelaskan permasalahan, menentukan kebutuhan data dan informasi yang harus diketahui, sehingga menjadi lebih detail, dan mempersiapkan kriteria untuk menentukan hasil pembahasan dari masalah yang dihadapi.

2. Mengeksplorasi masalah.

Peserta didik mampu menentukan objek yang berhubungan dengan masalah, memeriksa masalah yang terkait dengan asumsi, dan menyatakan hipotesis yang terkait dengan masalah.

3. Merencanakan solusi.

Peserta didik mampu mengembangkan rencana untuk memecahkan masalah, memetakan sub-materi yang terkait dengan masalah, memilih  teori  prinsip dan pendekatan  yang sesuai  dengan masalah,  dan menentukan informasi untuk menemukan solusi.

4. Melaksanakan rencana.

Pada tahap melaksanakan rencana peserta didik diharapkan mampu menerapkan rencana yang telah ditetapkan.

5. Memeriksa solusi.

Peserta didik mampu mengevaluasi solusi yang digunakan untuk memecahkan masalah, dan

6. Mengevaluasi.

Peserta didik mampu memberikan solusi, asumsi yang terkait dengan solusi dibuat, memperkirakan hasil yang diperoleh ketika mengimplementasikan solusi dan mengomunikasikan solusi yang telah dibuat.


Sumber: Modul Belajar calon Guru PPPK Kemendikbud 2021



Comments