Opini: Kurikulum Berubah, Yakin Akan Maksimal?


Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim resmi meluncurkan beberapa program penting di tahun 2022 untuk memulihkan kembali pendidikan yang dua tahun terakhir sempat vakum akibat dari Covid-19. Diantaranya yaitu PPK dan pergantian kurikulum pembelajaran.

Kurikulum baru yang akan menggantikan Kurikulum 2013 (K13) yaitu Kurikulum Prototipe. Dikutip dari Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 7/sipers/A6/I/2022 bahwa penerapan kurikulum prototipe merupakan upaya pemulihan pendidikan akibat pandemi Covid-19. Kurikulum prototipe berbasis kompetensi untuk mendukung pemulihan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning).

Menurut Mendikbudristek, kurikulum prototipe merupakan upaya pemerintah dalam menciptakan perubahan dalam pengembangan karakter dan pola pikir siswa. Kurikulum prototipe akan mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang yang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.
Hadirnya kurikulum prototipe dilatarbelakangi oleh hasil evaluasi terhadap kurikulum darurat yang digunakan selama pandemi. Kurikulum prototipe diyakini mampu membantu sekolah mengatasi dampak kehilangan pembelajaran (learning loss) akibat tidak optimalnya pembelajaran selama dua tahun terakhir.

Dilansir dari laman resmi Kemendikbudristek, Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri Anas mengungkapkan bahwa kurikulum ini sedang dalam tahap uji coba dan telah diterapkan di sekolah penggerak pada tahun 2021. Kurikulum prototipe menjadi salah satu kurikulum yang dapat dipilih oleh sekolah yang berminat, di samping kurikulum 2013 dan kurikulum darurat.

Setiap kebijakan baru tentunya akan menimbulkan pihak pro dan kontra dari berbagai pihak berkepentingan yang disertai dengan dampak positif dan negative yang akan muncul.
Mempermak kebijakan pembelajaran memang baik tetapi harus dengan kondisi lingkungan serta sarana pendukung yang tepat. Walaupun saat ini, seperti yang dilansir pada data kecocokan program sekitar 95% Sekolah Kejuruan Pusat Keunggulan merasakan cocok dengan program tersebut, tetapi hal ini tentunya tidak menjamin Sekolah Menengah lainnya mampu menjalankan secara maksimal.

Jika alasan utama diluncurkannya program ini adalah untuk memulihkan pendidikan, seharusnya faktor-faktor pendorong suksesnya program ini sudah tersedia dengan baik. Kesiapan sekolah dalam melaksanakan kurikulum baru harus dimaksimalkan, tidak hanya sekolah tingkat nasional maupun internasional saja tetapi semua level sekolah sudah mampu dan siap menjalankan kebijakan dengan sarana prasarana yang ada.

Selain itu kesiapan Guru atau Pendidik juga tentunya harus diperhatikan sebagai salah satu faktor penting terwujudnya program ini. Kemampuan guru dalam memodifikasi sistem mengajar untuk menyampaikan materi harus bervariasi sesuai dengan fase-fase kurikulum yang ada. Apalagi kebijakan ini mengedepankan materi-materi esensial kepada siswanya. Namun seperti yang kita ketahui, tenaga pendidik di negara kita masih belum bisa disamakan dengan negara lain yang sistem pendidikannya sudah di atas rata-rata. Untuk menghasilkan terobosan generasi yang berkualitas harus dimulai dari guru yang berkualitas pula.
Siswa juga sebagai faktor yang sangat penting dalam dunia pendidikan akan mempengaruhi berjalannya kurikulum ini. Saat ini grade pelajar dalam berambisi sangatlah menurun. Dengan diluncurkannya program ini kemungkinan terjadinya penurunan kemampuan akademik, berwawasan dan karakter akan semakin signifikan. Apalagi level of brain akan sangat menonjol dalam sistem ini.

Dengan mengedepankan minat belajar siswa, kurikulum ini menetapkan bahwa tidak ada lagi jurusan IPA, IPS maupun Bahasa. Hal ini tentunya menimbulkan banyak kontradiksi dengan kepribadian siswa/i di era 5.0 dimana teknologi sudah semakin canggih dan minat belajar siswa mulai berkurang akibat pengaruh teknologi tersebut. Saat ini sebagian besar siswa beranggapan bahwa media sosial sudah lebih menarik dibandingkan pembelajaran.

Hal tersebut menjadi pertimbangan, siswa akan memilih untuk tidak mengikuti kelas dan mungkin hanya akan hadir di guru yang mereka sukai saja. Padahal memang seharusnya materi-materi dasar itu didapatkan sepenuhnya untuk menunjang bahan dan teori pembelajaran selanjutnya. Namun di daerah terpencil dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana dalam belajar-mengajar kurikulum ini akan tetap menyulitkan guru dan siswa bahkan justru akan disalahgunakan.

Program ini tidak menutup kemungkinan akan mengkelaskan siswa berdasarkan kemampuannya yang akan merujuk pada insecurrity siswa dalam mengemban pendidikan. Walaupun disini guru akan lebih mudah untuk memberikan materi tetapi tetap saja interaksi dan komunikasi wawasan siswa akan berkurang. Tapi itu semua tidak akan berlaku bagi siswa dan guru yang memang sudah berkualitas, tentunya di sekolah yang sudah terjamin akan mutunya. Kurikulum ini akan sangat cocok bagi siswa yang ambisius dan bercita-cita tinggi dan gedung sekolah berlabelkan nasional maupun internasional.

Penulis: Desi Riskiah, Anggota Ekstrakurikuler Jurnalistik SMAPTA.

Comments

  1. Gua malah pengen banget kurikulum ini cz bisa belajar banyak walaupun lintas peminatan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oke..setiap orang punya persfektif yang berbeda yaa,,
      Yuk..tulis opininya disini !!!

      Delete
    2. Saya harap bisa ikut kurikulum ini ☺️

      Delete

Post a Comment

Cara bicara menunjukkan kepribadian, berkomentarlah dengan baik dan sopan…