Konsep Numerasi dalam Menyelesaikan Permasalahan Sosial


Konsep Pendidikan Abad 21 adalah tuntutan kepada murid untuk memiliki berbagai macam keterampilan maupun kemampuan yang dibutuhkan dalam menghadapi berbagai tantangan dan menyelesaikan permasalahan sosial di tengah kehidupan sehari-hari. Keterampilan numerasi meliputi keterampilan berinovasi, keterampilan dalam memanfaatkan teknologi dan kecakapan hidup.

Generasi Abad 21 harus dimiliki kompetensi yang di dikenal dengan istilah 4C yaitu kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah (critical thinking), kemampuan komunikasi (communication), kreativitas dan inovasi (creativity) dan kemampuan berkolaborasi (collaboration).

Sementara prasyarat yang harus dimiliki oleh murid untuk menggali kemampuan Abad 21 adalah kemampuan literasi. Literasi adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat.

Salah satu keterampilan literasi yang dianggap penting adalah literasi numerasi atau numerasi. Numerasi sendiri bukanlah hal baru yang asing didengar di tengah masyarakat terutama dalam kegiatan pembelajaran. Terlebih lagi kebijakan pemerintah saat ini tentang penerapan Asessmen Kompetensi Minimum (AKM) menuntut murid memiliki kemampuan numerasi yang dapat diukur.

Faktanya, selama ini istilah matematika banyak dikaitkan dengan pembelajaran matematika. Numerasi seringkali disamakan dengan pembelajaran matematika. Hal ini merupakan salah satu miskonsepsi tentang numerasi. Padahal numerasi dan matematika merupakan dua hal yang berbeda tetapi berkaitan satu dengan yang lainnya. Numerasi bersifat praktis dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Cakupan implementasi numerasi sangat luas, tidak hanya di dalam mata pelajaran matematika.



Untuk menghidari munculnya miskonsepsi terhadap numerasi, berikut ini akan dijelaskan pengertian numerasi oleh para Pakar dan Lembaga, diantaranya:

1. Crowther Report
Fakta sejarah mengungkapkan bahwa istilah dan konsep numerasi atau numeracy pertama kali diperkenalkan di sebuah laporan bernama Crowther Report pada tahun 1959 (Cockcroft Report, 1982). Dalam catatan ini numerasi didefinisikan sebagai 'a word to represent the mirror image of literacy'.

Numerasi mengandung dua hal pokok yaitu kemampuan untuk menggunakan keterampilan matematika di dalam kehidupan sehari-hari dan kemampuan mengapresiasi dan memahami informasi yang disajikan dalam istilah matematika seperti tabel, grafik atau yang lainnya (Cockcroft, 1982).

2. Programme for International Student Assessment (PISA)
PISA seringkali menggunakan istilah literasi matematika untuk menyebutkan istilah numerasi. Menurut PISA, literasi matematika atau numerasi merupakan kemampuan seseorang untuk bernalar secara matematis dan memformulasikan, menggunakan dan menginterpretasikan matematika guna menyelesaikan permasalahan di berbagai konteks dunia nyata (OECD, 2018).

Hal tersebut meliputi konsep, prosedur, fakta maupun alat matematika yang digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena di tengah masyarakat. Kemampuan numerasi dapat membantu seseorang untuk memahami peran matematika dalam kehidupan sehari-hari bahkan dalam pengambilan keputusan.

3. Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority (ACARA)
Senada dengan PISA, konsep numerasi menurut Australian Curriculum, Assessment and Reporting Authority (ACARA) adalah kemampuan, keterampilan dan disposisi yang dibutuhkan murid untuk menggunakan matematika pada situasi yang lebih luas (ACARA, 2013).

Dalam kurikulum Australia sendiri numerasi merupakan salah satu kemampuan umum yang harus dimiliki oleh murid. Murid dikatakan memiliki kemampuan numerasi yang baik apabila mereka dengan percaya diri mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan menggunakan matematika di bidang lainnya dan dalam lingkup kehidupan yang lebih luas.

4. Geiger, Good dan Forgasz
Numerasi menurut Geiger, Good dan Forgasz (2015) merupakan istilah yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mengakomodasi tuntutan matematika dalam kehidupan pribadi dan sosial. Selain itu juga untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat sebagai warga negara yang terinformasi, reflektif dan berkontribusi.

Pada dasarnya numerasi berbeda dengan matematika dan bukan sebagai alternatif matematika. Matematika merupakan sesuatu yang abstrak. Sedangakan numerasi lebih menekankan pada sesuatu yang konkret dan kontekstual, serta menawarkan solusi terhadap permasalahan dunia nyata (Steen, 2001).

5. Askew dan Askew
Definisi lainnya datang dari Askew dan Askew (1997). Menurutnya, numerasi adalah kemampuan untuk memproses, mengkomunikasikan dan menginterpretasikan informasi numerik dalam berbagai konteks.

6. Pusat Asesmen dan Pembelajaran (Pusmenjar)
Numerasi didefinisikan sebagai suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan konsep maupun prosedur matematika dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari pada berbagai konteks yang relevan sebagai individu dan warga negara Indonesia dan dunia (Pusmenjar, 2020).



Intinya, numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Kemampuan ini ditunjukkan dengan kenyamanan terhadap bilangan dan cakap menggunakan keterampilan matematika secara praktis untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk pada apresiasi dan pemahaman informasi yang dinyatakan secara matematis, misalnya grafik, bagan, dan tabel.

Adapun dalam implementasinya, numerasi harus bersifat kontekstual. Kemampuan numerasi harus disesuaikan dengan permasalahan sehari-hari yang dihadapi oleh murid, menyesuaikan dengan kondisi geografis, sosial budaya atau ekonomi di mana konteks tersebut diangkat. Di Indonesia, penerapan numerasi ditekankan dalam kurikulum 2013.



Selain definisi numerasi menurut pakar dan lembaga, numerasi juga memiliki elemen-elemen penting yang dapat mendukung pengembangan keterampilan numerasi murid di sekolah. Elemen tersebut dijabarkan oleh Merrilyn Goos dalam sebuah model pengembangan numerasi, diantaranya:

1. Orientasi Kritis
Pada elemen ini seseorang mampu menggunakan informasi matematis untuk membuat keputusan.

2. Konteks
Kemampuan menggunakan pengetahuan matematika di berbagai konteks baik di sekolah mapun di luar sekolah.

3. Disposisi
Keyakinan dan kemauan untuk menggunakan pendekatan matematika pada tugas-tugas sehari-hari secara flesibel dan adaptif.

4. Pengetahuan Matematika
Konsep dan pengetahuan matematika, pemecahan masalah, dan kemampuan mengestimasi.

5. Alat Berfikir
Menggunakan berbagai alat dan media untuk mendukung proses.



Sementara itu, model pengembangan numerasi juga ditambahkan oleh Kemp dan Hogan (2000). Menurutnya, seseorang yang melek numerasi seharusnya memiliki pengetahuan matematika, pengetahuan kontekstual dan pengetahuan strategi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak hal yang harus dipahami dan dikuasi dalam mengembangkan kemampuan numerasi murid. Tidak hanya pengetahuan matematika saja, namun aspek pendukung lainnya juga sangat penting.

Untuk memiliki keterampilan numerasi lebih jauh diperlukan pemahaman terhadap komponen penting dalam numerasi yaitu konteks dan masalah kontekstual. Konteks bukan merupakan hal baru dalam kegiatan pembelajaran. Konteks memegang peranan yang penting dalam menjembatani murid untuk memahami suatu konsep. Dalam pembelajaran matematika misalnya, konteks berperan dalam membantu murid untuk memahami dan memperkuat suatu konsep matematika.

Secara khusus, dalam pembelajaran matematika realistik konteks menjadi unsur penting dalam membangun pemahaman matematika murid. Konteks digunakan di awal pembelajaran untuk membangun pemahaman konsep matematika murid. Berikut ini adalah salah satu cara mengkonstruksi konsep matematika murid dari masalah kontekstual.



Konsteks Numerasi

Masalah konteks mengacu pada situasi yang nyata bagi murid, situasi yang tidak hanya berasal dari kegiatan sehari-hari murid tetapi juga dari masalah matematika formal yang nyata dalam pikiran murid (Gravemeijer & Doorman, 1999). Konteks khusus di mana tugas matematika mampu menentukan tidak hanya kinerja umum tetapi pilihan prosedur matematika (Lave, 1988). Selain itu, karena karakteristik matematika yang abstrak, konteks membantu murid untuk menghubungkan fenomena dunia nyata dengan penggunaan matematika abstrak (Boaler, 1993; Gravemeijer & Doorman, 1999).

Terdapat pendapat bahwa konteks sehari-hari lebih mudah daripada konteks yang abstrak (Boaler, 1993). Artinya dengan menggunakan matematika konteks sehari-hari dapat membantu murid belajar matematika lebih bermakna. Karena konteks sehari-hari berkaitan dengan kehidupan mereka dan situasi dunia nyata, yang lebih mudah dipahami. Teradapat hubungan timbal balik antara konteks dan matematika dalam implementasinya.

Menurut Boaler (1993), konteks memiliki dua peran utama. Pertama, konteks dapat membantu murid untuk menghubungkan situasi dunia nyata dan matematika mereka. Kedua, konteks berguna untuk memotivasi murid agar belajar matematika lebih menarik dan atraktif.

Penggunaan konteks atau masalah kontekstual yang bermakna tentu akan membantu murid untuk mengembangkan kemampuan numerasinya dengan baik. Untuk membantu murid memahami manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari sebaiknya guru dapat menghadirkan permasalahan-permasalahan kontektual. Steen (2001) mengatakan bahwa mustahil seseorang dapat memahami matematika dengan baik jika ia tidak sendiri gagal dalam mengenal manfaat matematika dalam kehidupan sehari- hari.

Adapun cara lain untuk membuat murid mahir menggunakan matematika adalah dengan memberikan permasalahan matematika sehari-hari. Murid dapat memahami matematika formal untuk menyelesaikan permasalahan sosial. Penggunaan konsep numerasi akan kentara saat menyelesaikan masalah dunia nyata yang komplek dan diselesaikan dengan pemodelan (matematika). Jika murid tidak dikenalkan dengan masalah dunia nyata maka akan sulit mengenali matematika sebagai solusi penyelesaian masalah sosial.


Transfer dunia nyata ke matematika

Permasalahan dunia nyata ditransfer ke dalam bentuk matematika. Murid membuat asumsi, memformulasikan solusi yang tepat untuk permasalahan tersebut hingga diperoleh solusi yang tepat. Selanjutnya, murid kemudian mentransfer kembali solusi tersebut sesuai dengan kenyataan dari permasalahan yang diberikan, memberikan kesimpulan sesuai dengan konteks awal yang disajikan. Solusi suatu masalah tidak hanya berupa bilangan akhir (angka) sebagai hasil perhitungan, namun harus disesuaikan kembali dengan konteks.


Intuisi Bilangan (Number Sense)
Komponen penting lainnya untuk memahami numerasi adalah kepekaan terhadap bilangan atau yang dikenal dengan intuisi bilangan. Sejauh ini intuisi bilangan belum banyak menjadi perhatian dalam pembelajaran matematika di Indonesia. Kepekaan terhadap bilangan sangat diperlukan untuk ditumbuhkan sejak dini kepada murid.

Kepekaan terhadapa bilangan terkait dengan bagaimana murid memahami makna bilangan yang sesungguhnya. Sebagai contoh, untuk memberikan pemahaman tentang bilangan 5 kepada murid maka guru dapat menggambarkannya dengan lima buah apel, lima buah jeruk, lima batang pensil dan sebagainya. Memiliki kepekaan terhadap bilangan akan membantu murid untuk mengembangkan kemampuan numerasinya.

Contoh lainnya adalah pada saat murid mampu memperkirakan atau mengestimasi nilai suatu bilangan dan ini banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya murid memperkirakan berapa uang yang harus dibawanya untuk berbelanja di sebuah toko tanpa harus terlebih dahulu menghitung dengan seksama harga barang-barang yang akan dibelinya. Karena dalam prakteknya di kehidupan sehari-hari terkadang perhitungan matematika yang presisi tidak benar-benar diperlukan dan hanya membutuhkan estimasi atau pembulatan. Konteks yang berbeda seringkali membutuhkan jawaban akhir yang berbeda dan di sinilah kemampuan estimasi perlu digunakan oleh murid.

Numerasi sangat penting dikembangkan pada diri murid tidak hanya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari melainkan diharapkan juga akan memberikan manfaat untuk aspek yang lebih luas seperti untuk bangsa dan negara. Murid maupun warga masyarakat yang memiliki kemampuan numerasi (numerat) akan lebih kritis dalam menanggapi informasi atau berita yang mengandung data ataupun fakta. Hal ini akan membantu pengurangan dampak penyebaran isu atau berita hoax.

Comments