Koneksi Antar Materi Modul 3.2 PGP


Berdasarkan pemahaman terhadap modul 3.2 bahwa Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya dapat dimaknai sebagai suatu kemampuan seorang pemimpin dalam mengidentifikasi dan mengelola aset/modal menggunakan pendekatan berbasis kekurangan untuk mendukung proses pembelajaran yang berdampak pada murid. Kemampuan ini sangat menentukan keberhasilan sekolah karena pemimpin mempunyai tanggung jawab dalam menyinergikan berbagai elemen di dalamnya. Seorang pemimpin sekolah yang berkualitas akan mampu memberdayakan seluruh sumber daya di ekosistem sekolahnya hingga dapat bersatu padu menumbuhkan murid-murid yang berkembang secara utuh, baik dalam rasa, karsa dan ciptanya. Tak dipungkiri, pemimpin sekolah merupakan salah satu aktor kunci dalam terwujudnya Profil Pelajar Pancasila.

Implementasi nyata seorang pemimpin yang mampu mengelola sumber daya di dalam kelas dapat dilakukan dengan menciptakan ruang belajar yang nyaman dan menyenangakan bagi murid melalui pengelolaan kelas berbasis aset/kekurangan. Pemimpin yang peka dengan aset/modal yang dimiliki mampu mengarahkan murid untuk mewujudkan mimpi kelas yang diharapkan dengan cara-cara sederhana. Sementara implementasinya pada sekolah dapat dilakukan dengan menciptakan ekosistem sekolah pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (Asset-Based Community Development/ABCD). Peran pemimpin dalam menciptakan ekosistem sekolah yang baik dapat terlihat dari kemampuannya dalam memanfaatkan tujuh aset/modal yang ada, meliputi modal fisik, manusia, sosial, agama dan budaya, lingkungan/alam, politik, dan finansial. Adapun peran pemimpin di dalam lingkungan masyarakat dapat tercerminkan dari bagaimana membangun relasi/hubungan sosial yang baik dengan semua stakholder.

Pengelolaan sumber daya yang tepat akan mempengaruhi peningkatan kualitas proses pembelajaran murid yang semakin baik. Kemampuan pemimpin pembelajaran dalam mengidentifikasi aset/modal yang ada disekitar sekolah maupun masyarakat dapat membantu memenuhi kebutuhan belajar murid. Sebagai contoh, pada sekolah yang tidak memiliki fasilitas olahraga dapat memanfaatkan fasilitas olahraga daerah di sekitar sekolah untuk melaksanakan proses pembelajaran. Artinya, meskipun sekolah keterbatasan sarana dan prasarana belajar tetap dapat memberikan layanan pembelajaran yang maksimal dengan memanfaatkan potensi daerah yang ada. Kekurangan yang dimiliki sekolah tidak menjadi penghalang dan penghambat dalam proses pembelajaran justru dengan kemampuan mengidentifikasi dan mengelola aset yang tepat dapat membantu proses pembelajaran semakin baik.

Kemampuan pengelolaan sumber daya ini sangat berkaitan dengan pembahasan pada modul 1.3 yakni pemahaman terhadap visi sekolah melalui pendekatan inkuiri apresiatif berupa tahapan Bagja. Untuk menghasilakn pengelolaan sumber daya yang tepat harus dilakukan melalui tahapan Bagja. Tahapan Bagja dapat mengarahkan pemimpin menemukan dan memanfaatkan aset secara tepat sesuai dengan kebutuhan murid. Modul 3.2 ini juga berkaitan erat dengan modul 1.2, dimana penerapan nilia—nilai dan peran guru penggerak sangat menentukan dalam pengelolaan sumber saya yang tepat. Guru penggerak perlu “membangun keselarasan atau koherensi” secara efektif, memiliki mentalitas “berpikir berbasis aset” yang mengapresiasi dan memanfaatkan kekuatan atau sumber daya yang telah dimiliki dan bukan berkutat pada apa yang tidak dimiliki. Segala keputusan yang diambil oleh seorang Guru Penggerak harus didasari oleh semangat untuk memberdayakan dirinya serta memanfaatkan aset/kekuatan yang ada untuk menyediakan suasana belajar dan proses pembelajaran yang positif serta berkualitas bagi muridnya. Pemanfaatan sumber daya ini juga tidak terlepas dari peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan murid (student agency), dan menggerakkan komunitas praktisi.

Dengan memahami semua modul yang telah dipelajari, baik modul 1.1 sampai dengan 3.2 mampu memberikan arah perubahan dan memberikan perspektif baru dalam berpikir untuk mengarungi pendidikan. Sebelum mempelajari modul-modul ini perspektif saya hanya pada bagaimana menghadirkan layanan pendidikan yang berkualitas menggunakan sarana dan prasarana atau aset/modal yang berkualitas pula. Padahal untuk memberikan layanan pendidikan berkualitas melalui proses pembelajaran yang berpihak pada murid dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar. Selama ini saya hanya berkutat pada apa yang tidak dimiliki, sementara kurang memanfaatkan sumber daya yang dimiliki meski hal-hal (aset) yang bersifat sederhana. Selama ini saya hanya mengeluhkan kekurangan sekolah dan tidak peka bahwa kekurangan tersebut bisa dimanfaatkan dalam membantu proses pembelajaran di kelas. Maka dengan pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (Asset-Based Community Development/ABCD) ini sangat membantu saya dalam pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin pembelajaran sebagaimana dimaksud pada modul 3.1. Sehingga perbaikan kualitas layanan pendidikan dapat terwujud dengan optimal.

Penulis:
Muhamad Ali Muis, S.Pd., Gr.
Calon Guru Penggerak (CGP) Angkatan 9 Tahun 2023
Instansi: SMA Negeri 1 Selong Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Comments