Dalam konteks pembelajaran sosiologi, literasi sosial dan kritis merupakan kompetensi fundamental yang harus dikembangkan agar siswa mampu memahami dan menanggapi fenomena sosial secara mendalam dan analitis. Di era digital saat ini, kedua literasi ini menjadi semakin penting karena masyarakat dihadapkan pada arus informasi yang sangat cepat, beragam, dan sering kali tidak terverifikasi. Literasi sosial merujuk pada kemampuan individu untuk memahami, menafsirkan, dan berinteraksi dengan berbagai fenomena sosial di sekitarnya, termasuk norma, budaya, struktur kekuasaan, dan dinamika masyarakat (Hobbs, 2011). Sementara itu, literasi kritis menekankan pada kemampuan untuk menilai, menganalisis, dan mengkritisi informasi yang diperoleh dari berbagai sumber, terutama media massa dan platform digital.
Di era digital, media sosial dan platform online menjadi sumber utama informasi sosial. Menurut Jenkins et al. (2016), literasi kritis di era digital tidak hanya meliputi kemampuan membaca dan memahami konten digital, tetapi juga kemampuan untuk menilai keakuratan, keberpihakan, dan bias dari informasi tersebut. Sebagai contoh, berita hoaks yang menyebar luas di media sosial dapat menimbulkan persepsi yang salah tentang suatu isu sosial, sehingga penting bagi siswa untuk mampu melakukan verifikasi dan analisis kritis terhadap informasi yang mereka terima. Contoh nyata adalah penyebaran berita palsu terkait vaksinasi COVID-19 yang menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap program imunisasi nasional (Chadwick & Dennis, 2019).
Selain itu, literasi sosial dan kritis di era digital juga mencakup kemampuan memahami konteks sosial dari berbagai fenomena yang muncul di media digital. Misalnya, dalam memahami gerakan sosial seperti #MeToo atau #BlackLivesMatter, siswa harus mampu mengidentifikasi akar masalah, kekuatan sosial yang terlibat, serta dampaknya terhadap masyarakat secara luas. Mereka harus mampu membaca pesan-pesan yang tersembunyi di balik narasi media dan mengkritisi struktur kekuasaan yang mempengaruhi persepsi publik. Dengan demikian, literasi sosial dan kritis tidak hanya sebatas kemampuan memahami isi media, tetapi juga kemampuan untuk mengkritisi dan menafsirkan makna sosial dari berbagai fenomena yang muncul di dunia digital.
Lebih jauh lagi, literasi kritis di era digital menuntut siswa untuk mampu mengidentifikasi bias dan agenda tersembunyi dalam media massa. Sebagai contoh, media tertentu mungkin memuat berita yang cenderung memihak pada satu kelompok tertentu, sehingga membentuk persepsi yang tidak objektif. Oleh karena itu, pengembangan literasi kritis harus meliputi kemampuan untuk membandingkan berbagai sumber informasi, memahami konteks produksi berita, dan menilai keabsahan data yang disajikan. Hal ini sejalan dengan pandangan Freire (1970) bahwa pendidikan harus mampu membebaskan individu dari ketidakpahaman dan manipulasi informasi, sehingga mereka mampu menjadi warga yang kritis dan aktif secara sosial.
Dalam praktiknya, pengembangan literasi sosial dan kritis di kelas dapat dilakukan melalui berbagai strategi, seperti diskusi analitis, analisis media, dan studi kasus yang relevan dengan isu kontemporer. Misalnya, siswa diajak untuk menganalisis berita dari berbagai media tentang isu pengungsi, mengidentifikasi bias, dan membandingkan data statistik dari sumber resmi. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kemampuan analisis kritis, tetapi juga memperkuat pemahaman sosial mereka terhadap dinamika masyarakat global dan lokal.
Baca juga: Penggunaan Media Massa dan Data Sosial (klik disini!)
Penulis : Muhamad Ali Muis, S.Pd., M.Pd., Gr. dan Yusri Hidayatullah, S.Pd., Gr.
Di era digital, media sosial dan platform online menjadi sumber utama informasi sosial. Menurut Jenkins et al. (2016), literasi kritis di era digital tidak hanya meliputi kemampuan membaca dan memahami konten digital, tetapi juga kemampuan untuk menilai keakuratan, keberpihakan, dan bias dari informasi tersebut. Sebagai contoh, berita hoaks yang menyebar luas di media sosial dapat menimbulkan persepsi yang salah tentang suatu isu sosial, sehingga penting bagi siswa untuk mampu melakukan verifikasi dan analisis kritis terhadap informasi yang mereka terima. Contoh nyata adalah penyebaran berita palsu terkait vaksinasi COVID-19 yang menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap program imunisasi nasional (Chadwick & Dennis, 2019).
Selain itu, literasi sosial dan kritis di era digital juga mencakup kemampuan memahami konteks sosial dari berbagai fenomena yang muncul di media digital. Misalnya, dalam memahami gerakan sosial seperti #MeToo atau #BlackLivesMatter, siswa harus mampu mengidentifikasi akar masalah, kekuatan sosial yang terlibat, serta dampaknya terhadap masyarakat secara luas. Mereka harus mampu membaca pesan-pesan yang tersembunyi di balik narasi media dan mengkritisi struktur kekuasaan yang mempengaruhi persepsi publik. Dengan demikian, literasi sosial dan kritis tidak hanya sebatas kemampuan memahami isi media, tetapi juga kemampuan untuk mengkritisi dan menafsirkan makna sosial dari berbagai fenomena yang muncul di dunia digital.
Lebih jauh lagi, literasi kritis di era digital menuntut siswa untuk mampu mengidentifikasi bias dan agenda tersembunyi dalam media massa. Sebagai contoh, media tertentu mungkin memuat berita yang cenderung memihak pada satu kelompok tertentu, sehingga membentuk persepsi yang tidak objektif. Oleh karena itu, pengembangan literasi kritis harus meliputi kemampuan untuk membandingkan berbagai sumber informasi, memahami konteks produksi berita, dan menilai keabsahan data yang disajikan. Hal ini sejalan dengan pandangan Freire (1970) bahwa pendidikan harus mampu membebaskan individu dari ketidakpahaman dan manipulasi informasi, sehingga mereka mampu menjadi warga yang kritis dan aktif secara sosial.
Dalam praktiknya, pengembangan literasi sosial dan kritis di kelas dapat dilakukan melalui berbagai strategi, seperti diskusi analitis, analisis media, dan studi kasus yang relevan dengan isu kontemporer. Misalnya, siswa diajak untuk menganalisis berita dari berbagai media tentang isu pengungsi, mengidentifikasi bias, dan membandingkan data statistik dari sumber resmi. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kemampuan analisis kritis, tetapi juga memperkuat pemahaman sosial mereka terhadap dinamika masyarakat global dan lokal.
Secara umum, literasi sosial dan kritis di era digital merupakan kompetensi yang saling melengkapi dan sangat penting dalam membentuk warga masyarakat yang cerdas, kritis, dan bertanggung jawab. Penguasaan kedua literasi ini akan membantu siswa untuk tidak hanya menjadi konsumen pasif informasi, tetapi juga menjadi produsen dan evaluator informasi yang berkualitas, serta mampu berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan sosial yang kompleks dan dinamis.
Baca juga: Penggunaan Media Massa dan Data Sosial (klik disini!)
Penulis : Muhamad Ali Muis, S.Pd., M.Pd., Gr. dan Yusri Hidayatullah, S.Pd., Gr.

Comments
Post a Comment
Cara bicara menunjukkan kepribadian, berkomentarlah dengan baik dan sopan…